Kamis, 17 November 2011

Pengertian Return On Investment


a.       Pengertian Return On Investment
Menurut Munawir (1995:89) ROI (Return On Investment) adalah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor :
·   Tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi
·   Profit Margin, Yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit Margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
Menurut Abdullah Faisal (2002:49) ROI ini sering disebut Return On Total Assets dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan keseluruhan aktiva yang dimilikinya.

b.      Kelebihan dan Kelemahan ROI
Menurut Abdullah (2002:50) kelebihan ROI antara lain:
  1. Selain ROI berguna sebagai alat control juga berguna untuk keperluan perencanaan. ROI dapat digunakansebagai dasar pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi.
  2. ROI dipergunakan sebagai alat ukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung masing-masing.
  3. Kegunaan ROI yang paling prinsip adalah berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produk dan efisiensi penjualan. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan telah melaksanakan praktik akutansi secara benar dalam artian mematuhi sistem dan prinsip-prinsip akutansi yang ada.
 Menurut Abdullah (2002:51) kelemahan ROI antara lain:                        
1.      Mengingat praktek akutansi dalam perusahaan seringkali berbeda maka kelemahan prinsip yang dihadapi adalah kesulitan dalam membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain.
2.      Dengan menggunakan analisa rate of return atau return on investment saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan.
            Sistem Du Pont sering dipergunakan untuk pengendalian dalam perusahaan besar. Oleh karena itu kebijakan leverage financial dan pajak dibuat atas dasar perusahaan secara keseluruhan bukan secara divisional. Jika Du Pont system digunakan untuk pengendalian divisional maka disebut dengan pengendalian ROI, menurut Sartono (2000:344)
a.       Setiap divisi didefinisikan sebagai profit center, dengan investasi sendiri dan diharapkan menghasilkan return yang cukup.
b.      Jika ROI divisi yang bersangkutan turun dibawah target, maka staff perusahaan pusat akan meneliti kembali dengan Du Pont System untuk mencari penyebabnya.
c.       Prestasi manajer divisi dinilai atas dasar ROI divisi yang dipimpinnya dan dimotivasi untuk berusaha menccapai tingkat ROI yang ditargetkan.
d.      Return On Investment juga dipengaruhi oleh faktor selain kemampuan manajerial, seperti: kebijakan depresiasi (penyusutan), nilai buku, dll.





Pengertian dan Komponen Biaya Modal (COC)


a. Cost of Capital atau Biaya Modal (COC)

Cost of Capital atau biaya modal mempunyai dua makna, tergantung dari sisi investor atau perusahaan. Dari sudut pandang investor cost of capital adalah opportunity cost (biaya pengorbanan) dari dana yang ditanamkan investor pada sustu perusahaan. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, cost of capital adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan.

Untuk praktisi keuangan, istilah cost of capital ini digunakan sebagai :

1. Discount rate (suku bunga diskonto) untuk membawa cash flow (aliran kas) pada masa mendatang suatu project ke nilai sekarang.

2. Tarif minimum yang diinginkan untuk menerima project baru.

3. Biaya modal dalam perhitungan EVA.

4. Benchmark (pengukuran dalam bidang statistik) untuk menaksir tarif biaya pada modal yang digunakan.

b. Komponen biaya modal

Salah satu komponen penting yang digunakan dalam penilaian investasi, sumber pembelanjaan dan manajemen aktiva adalah biaya modal (cost of capital). Menurut Warsono (2003: 135), ada tiga alasan dalam penentuan biaya modal antara lain: Pertama, memaksimumkan nilai perusahaan mensyaratkan bahwa semua biaya input, termasuk modal untuk diminimumkan biaya modal harus diestimasikan. Kedua, keputusan penganggaran modal mensyaratkan suatu estimasi biaya modal. Terakhir, beberapa tipe keputusan lain, termasuk yang berhubungan dengan peraturan utilitas public, sewa guna usaha, pendanaan kembali obligasi, kompensasi eksekutif, dan manajemen asset jangka pendek.

Pada umumnya komponen Biaya Modal (Cost of Capital) terdiri dari Cost of Debt (biaya hutang) dan Cost of Equity (biaya modal sendiri).
1.      Cost of Debt (Biaya Hutang)
Hutang dapat diperoleh dari lembaga pembiayaan atau dengan menerbitkan surat pengakuan hutang (oligasi). Biaya hutang yang berasal dari pinjaman adalah merupakan bunga yang harus dibayar perusahaan, sedangkan biaya hutang dengan menerbitkan obligasi adalah tingkat pengembalian hasil yang diinginkan (required of return) yang diharapkan investor yang digunakan untuk sebagai tingkat diskonto dalam mencari nilai obligasi.
Suatu perusahaan memanfaatkan sumber pembelanjaan utang, dengan tujuan untuk memperbesar tingkat pengembalian modal sendiri (ekuitas). Biaya Utang dibagi menjadi dua macam yaitu:
a.       Biaya Utang sebelum Pajak (before-tax cost of debt)
Menurut Warsono (2003: 139), besarnya biaya utang sebelum pajak dapat ditentukan dengan menghitung besarnya tingkat hasil internal (yield to maturity) atas arus kas obligasi, yang dinotasikan dengan kd.
Rumus:
C + (M-NVd)/ n
Kd =
  (M + NVd)/ 2
Keterangan:
C     = Pembayaran bunga (kupon) tahunan
M     = Nilai nominal (maturitas) atau face value setiap surat obligasi
NVd = Nilai pasar atau hasil bersih dari penjualan obligasi
n      = Masa jatuh tempo obligasi dalam n tahun

b.      Biaya Utang setelah Pajak (after-tax cost of debt)
Menurut Warsono (2003: 139), mengatakan bahwa perusahaan yang menggunakan sebagian sumber dananya dari utang akan terkena kewajiban membayar bunga. Bunga merupakan salah satu bentuk beban bagi perusahaan (interest expense). Dengan adanya beban bunga ini akan menyebabkan besarnya pembayaran pajak penghasilan menjadi berkurang.
Biaya utang setelah pajak dapat dicari dengan mengalikan biaya utang sebelum pajak dengan (1 - T), dengan T adalah tingkat pajak marginal.

Rumus:
ki =  kd (1 – T)
Keterangan:
ki    = Biaya utang setelah pajak
kd    = Biaya utang sebelum pajak
T    = Tarif pajak
2.      Biaya Saham Freferen
Saham preferen mempunyai karakteristik kombinasi antara utang dengan modal sendiri atau saham biasa. Salah satu ciri saham preferen yang menyerupai utang adalah adanya penghasilan tetap bagi pemiliknya (Warsono, 2003: 143).
Menurut Weston dan Brigham (1990: 107), biaya saham preferen adalah tingkat pengembalian yang dipersyaratkan oleh investor atas saham preferen perusahaan. 
Rumus:
 Dp
kp = 
 Pn
Keterangan:
kp  = Biaya saham preferen
Dp  = Dividen saham preferen
Pn  = Harga bersih pada saat emisi

3.      Cost of Equity (Biaya Modal Sendiri)
Biaya modal saham merupakan tingkat hasil pengembalian atas saham biasa yang diinginkan oleh para investor. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perhitungan biaya modal laba ditahan, yaitu pendekatan Capital Aset Pricing Model (CAPM), dimana biaya modal laba ditahan adalah tingkat pengembalian atas modal sendiri yang diinginkan oleh investor yang terdiri dari tingkat bunga bebas risiko dengan premi risiko pasar dikaliikan dengan β (resiko saham perusahaan). Iramani  dan Febrian (2005).
Rumus:
ks =  Rf  +  β (Rm – Rf)

Keterangan:
                  ks  = Biaya laba ditahan
                  Rf  = Tingkat pengembalian bebas risiko
                  β   = beta, pengukuran sistematis saham
                  Rm = Tingkat pengembalian saham
         Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penghitungan CAPM adalah sebagai berikut:
1.      Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko ( Rf )
Tingkat suku bunga bebas risiko diambil dari suku bunga rata-rata Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama satu tahun. Rf  yang merupakan suku bunga obligasi pemerintah atau surat hutang pemerintah.
2.      Return Pasar ( Rm )
Return pasar dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per bulan untuk tiap-tiap tahun.
Rumus:
IHSG t – IHSG t-1
Rm, t  = 
                                                      IHSG t-1
(Jogiyanto, 2003: 232)
                                        Keterangan:
      Rm                  = Tingkat pengembalian yang diharapkan pasar
      IHSG t        = Harga penutupan IHSG akhir hari transaksi bulan ini
      IHSG t-1     = Harga penutupan IHSG akhir bulan lalu
3.      Resiko Sistematis ( β )
Perkiraan koefisien beta saham ( β ) digunakan sebagai indeks dan risiko saham beta. Perhitungan beta dilakukan dengan pendekatan regresi.
Rumus:
             n Σ XY Σ X Σ Y
β =
             n Σ X2 – ( Σ X ) 2
(Husein Umar, 2003: 171)

Keterangan:
X = Tingkat keuntungan portofolio pasar (indeks pasar)
Y = Tingkat keuntungan saham
4.      Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC)
Menurut Iramani  dan Febrian (2005), dalam praktek pembiayaan atau pendanaan yang digunakan perusahaan diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan keseluruhan biaya untuk semua sumber pembiayaan yang digunakan.
Rumus:
WACC = Wd . kd (1 – T) + Ws . Ks

Keterangan:
WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang
Wd                          = Proporsi hutang dalam struktur modal
kd            = Biaya hutang (cost of debt)
Ws       = Proporsi saham biasa dalam struktur modal
ks         = Tingkat  pengembalian yang diinginkan investor

Pengertian Economic Value Added (EVA)


Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian saham adalah dengan menghitung Economic Value Added (EVA) suatu perusahaan. EVA merupakan salah satu ukuran kinerja operasional yang dikembangkan pertama kali oleh G. Bennet Stewart & Joel M. Stren yaitu seoarang analis keuangan dari perusahaan Sten Stewart & Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode EVA dikenal dengan sebutan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi).

Menurut Iramani & Febrian (2005), EVA adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal.

Menurut Warsono (2001: 46), EVA adalah perbedaan antara laba operasi setelah pajak dengan biaya modalnya. EVA merupakan suatu estimasi laba estimasi laba ekonomis yang benar atas suatu bisnis selama tahun tertentu.

Menurut Tandelilin (2001: 195), EVA adalah ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik/ efektif (dilihat dari besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham perusahaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Economic Value Added (EVA) merupakan keuntungan operasional setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan-harapan para pemegang saham dan kreditur.

b. Tujuan dan Perhitungan Economic Value Added (EVA)

EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu manajer yang menitikberatkan pada EVA dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untukm memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.
Menurut S. David Young dan Stephen F. Obyrne (2001: 32), dalam pengukuran kinerja EVA dapat dihitung sebagai berikut:
Penjualan Bersih                                                                           xxx
Biaya operasi                                                                                 xxx     -
Laba operasi sebelum pajak (EBIT)                                              xxx
Pajak                                                                                             xxx     -
Laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT)                               xxx
Biaya modal (modal yang diinvestasikan x biaya modal)            xxx     -
EVA                                                                                              xxx


Perhitungan Economic Value Added (EVA) yang diharapkan dapat mendukung penyajian laporan keuangan sehingga akan mempermudah para pemekai laporan keuangan diantaranya para investor, kreditur, karyawan, pelanggan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur EVA, tergantung dari struktur modal dari perusahaan. Apabila dalam struktur modalnya perusahaan hanya menggunakan modal sendiri.

Menurut Tandelilin (2001: 196), rumus yang digunakan dalam perhitungan EVA adalah sebagai berikut:

EVA = Laba bersih operasi setelah dikurangi pajak – besarnya biaya modal operasi dalam rupiah setelah dikurangi pajak.

EVA = [EBIT (1 – Pajak)] - [(Modal Operasi) (Presentase biaya modal setelah pajak)]



Menurut Iramani & Febrian (2005), secara sederhana EVA dirumuskan sebagai berikut:

EVA = Net Operating Profit After Tax (NOPAT) – Cost of Capital (COC)

EVA = NOPAT – COC

Keterangan:

NOPAT = EBIT – Beban Pajak

COC = Biaya Modal

EBIT = Laba operasi sebelum pajak

Namun, manakala dalam struktur perusahaan terdiri dati hutang dan modal sendiri, secara sistematis EVA dapat dirumuskan sebagai berikut:

EVA= NOPAT – (WACC x TA)



Keterangan:

NOPAT = Laba bersih operasi setelah pajak

WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital)

TA = Total modal (Total Asset)



Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan interprestasi sebagai berikut:

Jika EVA > 0, hal ini menunjukan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.

Jika EVA < 0, hal ini menunjukan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.

Jika EVA = 0, hal ini menunjukan posisi “impas” karena laba telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham.



c. Keunggulan dan Kelemahan Economic Value Added (EVA)

a) Keunggulan EVA

Menurut Iramani dan Febrian (2005), EVA sebagai penilai kinerja perusahaan mempunyai keunggulan yaitu: EVA dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation).

Ada keunggulan EVA yang lain adalah:

1. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi.

2. EVA merupakan alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya, yaitu dengan memperhatikan harapan penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku.

3. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.

4. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts.

5. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.

b) Kelemahan EVA

Menurut Iramani dan Febrian (2005), EVA mempunyai kelemahan yaitu:

1. EVA hanya mengukur hasil akhir (result) dan tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu, seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen.

2. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual dan membeli saham tertentu.

d. Manfaat Economic Value Added (EVA)

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah perusahaan. Menurut Iramani dan Febrian (2005), manfaat EVA adalah sebagai berikut:

1. EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan ukuran-ukuran lain baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan (trend).

2. Hasil perhitungan EVA mendorong mengalokasikan dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah.